Alm. mbah K H Murtaji Bersama Istri mbah Malikah |
Alm. KH. Moertadji, cucu2nya & Anak Menantu Alm. KH Hasanuddin |
Alm. mbah Kyai Hajji Ma'shum Ahmad Lasem |
Sekelumit kisah (bukan autobiografi/biografi) Kyai Hajji Murtadji
Kyai Murtadji semasa di Rengel saat itu tidak mengundang polemic, sebagai menantu seorang kyai suka berjudi dengan orang yang belum islam, Yakni belum syahadat. sa’at itu islam (santri) sudah ada, namun kesadaran masyarakat sekitar Rengel tidaklah banyak, dan mungkin Indonesia pada umumnya. Dulu di depan ngerong Rengel (sekarang : tempat wisata) ada sebuah surau orang menyebutnya “Langgar “ (sekarang Langgar Wakaf Al-Musthofa ), yang bersebelahan dengan sebuah gardu yang sa’at itu setiap sore hari habis ashar (bukan habis sholat) hingga tengah malam tempat itu digunakan judi (kopik). Mereka tak peduli suara adzan sedang dikumandangkan. Kyai Murtadji jebolan pondokan (saat itu sebagai belum disebut sebagai kyai) merasa geram dihatinya , kalau dibiarkan akan berlarut-larut kalau dihentikan akan ribut. Murtadji muda terbersit ingin memerangi perbuatan itu. Entah apa rencanaya namun esoknya malah turut serta di ajang arena perjudian (keplekaan). Walhasil saat itu menang. Semua uang taruhan menjadi miliknya . Esoknya kembali dilakukan, menang lagi. Menang lagi. Dan meenang lagi. Tapi itu semua bukan tujuan akhir dari sebuah tujuan. Melainkan tekad bulat untuk memerangi satu persatu dari kebodohan dan maksiyat. Oarng lain akan mengira bahwa beliau hanya mencari keuntugan materi belaka. Namun itu semua keliru. Ada target istimewa kemenangan dikemudian hari. Orang berjudi kok ada istimewa dikemudian hari. Apa itu !!?
Dibalik kemenangan2nya itu menimbulkan tanda Tanya dari sang jagoanya di tempat ajang perjudian itu “Ada apa dengan dia?”.
Karena sangat ngebetnya “apa rahasianya Ji ? “ . Tanya sang jagoannya dengan menyebut panggilan akrab beliau dikala muda
“ sampean mau ..?” Beliau menjawabnya dengan senang hati, dan timbul dibenaknya “wah, bakal sukses rencanaku”
“ Mau, mau” jawab mereka kompak sekali.
“ kalau sampean semua mau… , “ mari ikuti saya sambil mengajak mereka yang penasaran dibawanya masuk di sebuah surau yang bersebelahan dengan gardu (pos ronda).
“Mau apaan nikh.., mau tidur, apa semedi ya…!!?” mereka tanya dengan mengira-ngira saja.
Enak aja…!! Jawab Kyai murtadji “kamu mau sungguh2 nggak ?!”
“ya ya… mau”.
Mari ikuti saya “ Asyhadu…” Kyai Murtadji mengucapkanya denngan berharap segera menirukanya.
“Asadul… asadul.. asadul .. “ susah sekali menirukannya.
dan cerita singkatnya diteruskan “allaa ilaaha illallaa..h”
Karena asli lidah jawa kental yang asli sekali, maka susah sekali untuk menirukannya. Dan kelanjutanya terucap “ala.. “ dan “ ilolah’.
Hanya karena hidayah Allah mereka semua, tidak berjudi hanya dikala saat berkumandang azan saja. bahkan tidak sama sekali.
Karena saat itu tidak seperti jaman sekarang, dunia masih sepi dan media komunikasipun tidak ada, maka polemic itu tidaklah begitu ada.
______________________________________________________________________________
Gus Mujib bin Alm. Kyai Hajji Hasanuddin, adalah salah satu diantara cucu beliu, yang telah menceritakan sekelumit kisah kyai murtadji muda ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar